Senin, 26 November 2007

Uang..uang....

Pagi tadi.. ada keributan kecil di depan kantorku. Dari beranda di lantai 2, aku coba memastikan apa yang terjadi di bawah sana. Ternyata ada segerombolan orang (laki2 dan perempuan) dengan beberapa sepeda motor + satu buah mobil dengan kapasitas angkut yang besar. Satu sama lain, terlihat bercengkrama dengan akrab.
Hanya bisa bertanya dalam hati, apa yang mereka lakukan di bawah sana....
Tak lama berselang, datanglah sebuah mobil pick up yang biasa angkut motor hasil curian, penuh dengan anak - anak SD. Yang kalo boleh kunilai dari penampilannya, mereka adalah murid - murid SD pinggiran. Dan yang membuatku semakin bertanya - tanya, gerombolan anak - anak tadi, ikut bergabung bersama gerombolan orang - orang dewasa lain yang lebih dulu hadir sebelum mereka. Sepertinya mereka saling kenal, karena beberapa anak saling panggil & beberapa juga cium tangan.

Tak kupindah posisi berdiriku sambil terus memantau mereka dari beranda atas. Hingga kudengar beberapa anak muda yang terlihat seperti aktivis, mulai berbicara melalui pengeras suara.
"Adek2...bapak2..ibu2.. mari kita berbaris dengan rapi....sambil mengantarkan Mas Sudarno ke Kejaksaan Agung!" Kurang lebih itu yang ia ucapkan, diikuti dengan anak - anak SD dan beberapa orang dewasa yang mulai membentuk barisan.
Beberapa anak muda lain yang sepertinya aktivis tadi, juga terlihat mulai membagi - bagikan poster - poster dan kertas berisi tulisan yang besar - besar.

"HUKUM DIBELI DEMOKRASI TELAH MATI" , "APA BEDANYA KEJAGUNG SAMA KORUPTOR?" , "JUAL BELI HUKUM KAYAK JUAL BELI KRUPUK" ......

dan masih banyak kata - kata lain yang bernada sama, yakni protes tentang mudah dan murahnya hukum saat ini!
Ternyata gerombolan yang membuatku penasaran dan tak beranjak dari posisiku itu sedang melakukan prosesi yang biasa orang sebut - sebut sebagai demo! Dan aku sama sekali tak tahu, siapa "Mas Sudarno" yang selalu di sebut - sebut dalam tiap orasi anak - anak muda tadi!

Hingga akhirnya, barisan itupun mulai berjalan perlahan.... diiringi rasa miris di hatiku....
Karna baru kusadari, di barisan paling belakang, ada segolongan orang - orang (dari penampilannya terlihat jelas mereka orang kampung) yang telah berumur cukup alias berusia senja, dan aku menyangsikan... apa mereka benar - benar tahu & paham dengan apa yang mereka lakukan sekarang. Tak menutup kemungkinan, lelaki - lelaki tua itu... anak - anak SD yang seharusnya masih belajar & bersekolah di jam - jam itu, hanya dijadikan alat peramai atau penarik simpati dengan imbalan beberapa lembar kertas saja.

Jika mereka mendemokan tentang hukum yang bisa dibeli dengan uang.... hati kecilku berorasi tentang.... suara - suara yang juga dengan murahnya diperjual belikan! Ironis lagi, itu justru dihadirkan dari kalangan mereka yang awam.

*Semua kok bisa di "uangkan" ya sekarang ???

1 komentar:

indrunk mengatakan...

sementara yg lain sibuk perang tarif, yg kmu liat itu udah dicairkan jadi uang :D