Sabtu, 17 April 2010

Telaga Hati

Ya Rahman... jika Kau perkenankan dia sebagai yang terbaik bagiku,
mudahkanlah langkah ini...
beri kami kekuatan menghadapi setiap uji dan coba,
hingga sang waktu dengan ijin-Mu,
membawa dan menyatukan mimpi kami ke dalam ikatan suci....

Namun jika bukanlah dia yang terbaik tuk iringi perjuangan ini,
berkenanlah tuk terangi hati kami dengan cahaya ke-ikhlasanMu..
karna kami percaya, apa yang terlihat baik dan indah bagi kami,
belum tentu begitu sejatinya...
Kebaikan dan keindahan-Mu lah yang jauh lebih mutlak dan hakiki...

Kupasrahkan jalan hidupku pada-Mu Ya Rabbi...
setelah doa dan ikhtiar menjaga hati kulalui
Tetap kokohkanlah perisai hati kami,
tuk menjaga kesucian anugrah-Mu yang telah berkubang di hati ini...


Semua karna kubersyukur, tlah mengenal cinta.......

Jumat, 16 April 2010

^__^


Pernah membayangkan, kita mengidap sebuah penyakit di mana dunia seakan hanya berhias hitam dan putih ? Tak ada warna, tak ada irama, semua berlalu begitu saja. Satu sama lain tak peduli, bahkan mungkin memendam iri dengki. Asal milikku beres, selama urusanku selesai dan tuntas, masa bodoh tentang toleransi.
Penyakit yang sebetulnya sangat sederhana, namun siapa sangka jika dipelihara dapat memicu ketegangan yang siapapun pasti tak mengharapkannya. Siapakah dia?

Virus yang lumayan mewabah itu adalah... semakin sulitnya bibir ini menyungging sebuah senyuman. Mengapa saya mengatakan virus, karna memang sifatnya yang menular dan tak kan mampu dihindari oleh mereka - mereka yang antibodi (baca : antihati)nya kurang bagus. Sebenarnya darimana kita bisa selalu memproduksi sang senyum ini ? Apakah cukup dengan menarik bibir ke kanan dan kiri secara simetris? Kalo saya boleh menganalisa dengan keterbatasan dan kesederhanaan saya, sebuah senyum nan indah itu bisa terlahir cukup dengan berbahan bakar hati yang ikhlas saja. Ya.. semuanya akan terasa lebih ringan saat dimulai dari hati yang legowo. Tanpa tendensi apapun, tanpa mengharap ini itu, murni berjudul ketulusan. Jika ini sudah bisa kita miliki dan terapkan dalam tiap langkah, dijamin... yang namanya muka masam dan kecut akan lari terbirit - birit menjauhi kita.

Kenapa senyum? Karna sekalipun begitu kecil dan sederhana, sebuah senyuman terbukti memiliki kekuatan yang luar biasa. Keindahannya mampu luluhkan segumpal amarah dan emosi. Coba bayangkan, betapa damai dan indahnya dunia, jika kita bisa menanamkan sebuah senyuman di setiap penyelesaian segala permasalahan. Tak selalu harus diakhiri dengan pertikaian dan kekerasan bukan? Dengan senyuman pula, terbukti segala keruwetan berfikir bisa teratasi. Tubuh yang lelah karena rutinitas yang mungkin membosankan, jelas perlu sedikit peregangan. Otak yang dipaksa terus menerus berfikir, juga pasti mengalami kelelahan. Sedikit rileks dengan tersenyum, biasanya simpul - simpul keruwetan akan terurai dan kita bisa berfikir lebih jernih. Mungkin ini juga alasan, mengapa senyum dikatakan sebagai salah satu obat dan olahraga yang menyehatkan.

Suatu hal penting dari senyuman, yang hingga detik ini juga masih membuat saya terus tersenyum adalah, keberadaannya yang merupakan bukti nyata kehadiran mereka yang terkasih dan berarti bagi kehidupan kita. Senyuman ibunda contoh nyatanya, selalu menjadi inspirasi dan pembakar semangat yang tak pernah tak saya rindukan, ketika saya jauh darinya. Mungkin sama halnya dengan mbak - mbak, mas - mas, kita, dan pembaca semua. Bahwa seukir senyum di wajah indah orang - orang yang terkasih, selaksa pelangi yang hapus air mata langit dan menggores keanggunan di dindingnya.
Maka dari itu, tersenyumlah........... ^_^

Senin, 05 April 2010

Cara Allah Mencinta

"Aku mencintaimu karna agama yang melekat padamu, jika kau hilangkan agama
dalam dirimu, maka hilanglah pula cintaku padamu.....
"

itu kata2 imam Nawawi yg sangat menginspirasiku hingga hari ini. Bahwa
keindahan fisik, materi dan apapun yg terlihat mata itu semu adanya. Akan
usang dan sirna seiring berjalannya waktu.
Siapa yg tak suka melihat yg indah2, siapa yg tak gemar berburu yg cantik2,
siapa yg tak mau bergelimang kenikmatan dan kemewahan, tapi apa arti
semuanya jika yang tertinggal hanya kekecewaan saat satu demi satu dari
mereka pergi perlahan, karna ketidak abadiannya.

Notes dari seorang sahabat berikut, mungkin bisa mewakilinya....

============================>>>>

Suatu malam Ade mengajukan pertanyaan kepada suaminya, Akang, “Apa yang
membuat Akang memilih saya menjadi isteri Akang? Bukankah saya tidak
lebih cantik dari teman-teman perempuan Akang yang lain?”
Akang yang mendapat pertanyaan itu hanya menyunggingkan senyum tanpa
menjawab sepatah kata pun. Mungkin pertanyaan itu terlalu retoris karena
disampaikan hanya satu hari setelah pernikahan mereka. Akang pun tetap
sibuk menyemir sepatunya untuk kerja esok hari.

Merasa tak puas hanya mendapatkan senyum manis sang suami, Ade pun
mendekati Akang dan mengulangi pertanyaannya. ”Jawab atuh kang, Ade
butuh jawabannya...?”

Tiba-tiba tangan Akang yang berlumuran semir warna hitam mendarat mulus
di kiri dan kanan pipi Ade yang putih. Ade tak sempat berkelit dan
hasilnya, wajah Ade pun menjadi cemong. Sesaat kemudian Ade pun ngambek
menekuk wajahnya, bibirnya maju beberapa senti. Jawaban yang
diharapkannya tak keluar sedikit pun dari suaminya, justru tangan Akang
yang berlumuran semir hitam yang mewakili jawaban itu.

Melihat isterinya kecewa dan nyaris meneteskan air mata, Akang langsung
menarik tubuh mungil isterinya itu, mendekapnya erat dan kemudian
menghadapkan wajah isterinya tepat dihadapan wajahnya. Hidung mereka
hampir bersentuhan, hanya beberapa mili saja jaraknya. Ia memberi
isyarat hendak mengatakan sesuatu yang serius, bening air di sudut mata
Ade tertahan tak jadi tumpah. Bak kembang yang baru mekar, wajah Ade
berubah cerah menunggu tak sabar gerangan apa yang akan disampaikan
suaminya.

”Andai wajah Ade benar-benar hitam sehitam semir ini, Akang akan tetap
mencintai Ade,” kalimatnya terlalu datar, belum membuat senyum Ade
mengembang. Langit di wajahnya masih sedikit mendung, belum sepenuhnya
cerah. Ade hanya menganggukkan kepalanya agak ke atas seolah sedang
bertanya ”lalu?”

Mengerti isyarat ”lalu?’ isterinya, Akang pun mengeluarkan barisan
kata-kata yang nampaknya sudah lama tersimpan. ”Cinta Akang bukan cinta
biasa”. Ah, lagi-lagi Ade kecewa, ia memalingkan wajahnya sedikit ke
kiri pertanda protes. Mungkin dalam hatinya Ade berkata, ”punya suami
nggak kreatif banget, jiplak Siti Nurhaliza”.

Tapi Akang pun sebenarnya belum selesai. Kalimat ”cinta Akang bukan
cinta biasa” itu hanya kalimat pembuka rangkaian kalimat yang sudah
tersimpan rapih di kantongnya. Senyum yang lebih manis lagi disuguhkan
ke wajah isterinya dan, ”Akang mencintai Ade bukan karena kecantikan
Ade, bukan karena satu sisi pun di tubuh Ade. Ingat, mungkin tiga puluh
tahun lagi Ade tidak secantik hari ini. Kalau Akang hanya melihat
kecantikan Ade, cinta Akang akan berkurang seiring dengan berkurangnya
kecantikan Ade”.

Wajah Ade tambah cerah. Tapi Akang seperti tak memberi kesempatan
isterinya untuk berkata-kata.

”Jika Ade bertanya, apa yang membuat Akang memilih Ade sebagai isteri
Akang, jawabnya Allah. Allah yang memilihkan Ade untuk Akang. Jadi yang
paling tahu kenapa Ade yang dipilih Akang menjadi isteri, tentu saja
Allah. Sedangkan kecantikan, serta hal-hal fisik lainnya yang ada di
diri Ade, ibarat pakaian yang menghiasi tubuh pemakainya, tak ubahnya
seperti seekor burung merpati, apapun warna bulunya tak mengubah namanya
tetap merpati. Hakikat merpati bukan pada warnanya, melainkan pada
penurut dan kesetiaan yang menjadi sifatnya”.

Ade pun tersipu. Kali ini ia yang benar-benar tak sanggup berkata.

”Sayang, benci, marah, atau cinta itu semestinya diletakkan pada
piringan Allah. Alasnya hanyalah Allah, sebab Allah-lah yang menciptakan
semua rasa itu”.

Senyum Ade tipis manis menghiasi wajahnya. Binar matanya menunggu tak
sabar barisan kata indah suaminya.

”Coba kita tiru cara Allah marah, sayang atau bahkan cinta kepada
hamba-Nya...”

Ade tak sabar mendengarkan,

”Ingat kisah Adam ketika diusir Allah dari surga? Allah bukan marah
kepada Adam, tetapi marah lantaran sikap Adam yang melanggar aturan
Allah. Bahkan boleh jadi, Allah tidak membenci dan melaknat syaitan
karena zatnya, melainkan karena sikapnya yang sombong, membangkang dan
tak mau tunduk kepada Allah. Coba pelajari sejarah Bilal bin Rabbah,
wajahnya tak tampan, kulitnya hitam legam, tetapi Allah mencintainya
karena keimanannya yang tak terbanding. Pelajari juga alasan Allah
menjadikan Abu Lahab sebagai salah satu figur penghuni neraka, adalah
karena sikapnya yang menentang Rasulullah”.

Berguguran bening air dari sudut-sudut mata isterinya. Sementara Akang
belum memberikan tanda-tanda akan menghentikan kalimatnya.

”Dan episode cinta yang meniru cara Allah mencinta ini, dipentaskan
dengan cantik oleh Muhammad Rasulullah bersama para sahabatnya. Ummat
Muhammad mencintai putra Abdullah itu bukan karena ia cucu Abdul
Muthallib, salah seorang yang paling disegani masyarakat Quraisy. Juga
bukan karena Muhammad keponakan Abu Thallib yang cukup terpandang.
Adalah sifat mulia Muhammad yang membuat orang-orang mendekat dan
menjadi sahabatnya serta mengikuti ajarannya”.

***

Akang pun memeluk isterinya seraya berbisik, ”cintai Akang karena Allah
de, cintai Akang sepanjang Akang tetap dekat kepada Allah. Cintai Akang
dengan cara menegur Akang setiap kali menyimpang dan berbuat salah.
Begitu pula cara Akang mencintai Ade...”