Rabu, 01 Juni 2011

Perjalanan 2

".....untuk Sancaka habis sama sekali mbak, baik yang eksekutif maupun bisnis."

"Kereta lain yang ke arah sana mbak?", aku masih ngotot.

"Maaf, sudah habis terjual seluruhnya......"

Bukan, bukan harus yang berkelas bisnis apalagi eksekutif yang kucari. Apapun jadi. Yang penting, ada kursi yang bisa membawaku ke barat pagi ini. Tapi ternyata, ya sudahlah... Kutinggalkan antrian mengular yang kurang lebih 30 menit sudah aku terlibat di dalamnya. Segera kucari mbak Maya yang katanya sudah duduk manis di kursi tunggu penumpang. Walau beda gerbong, kami memang berangkat dengan kereta yang sama semalam. Tujuannya pun sama. Hanya, dia lebih ke barat sedikit. Aku berniat turun di Kertosono, dan dia hendak mudik ke kampung halamannya, kota Solo.

Awalnya, aku berniat turun di Wonokromo dan lanjut ke Bungurasih. Karena menurut info yang aku terima, tempat yang kutuju itu lebih mudah aksesnya dengan bus. Tapi di tengah jalan tiba - tiba aku berubah fikiran. Mumpung ada teman yang naik kereta ke arah yang sama, kenapa tak kubarengi saja. Itung - itung, ada teman ngobrol di jalan. Dan akhirnya aku memutuskan untuk turun di Gubeng. walau kondisi tiket kereta yang aku inginkan itu, juga belum tentu aku peroleh.
Benar saja, tak hanya kehabisan tiket, aku pun harus melakukan hal nekat demi mendapatkan kendaraan yang bisa mengantarkanku ke tempat tujuan.

"Taxi mbak...?" seorang lelaki yang telah berumur senja menghampiriku.

"Wah.. naek taxi. Eksklusif sekali.... Tapi tak apalah, tak ada salahnya aku tanyakan..." batinku.
"Ke Bungurasih, pinten pak ?"

"75 rebu saja mbak....", sang bapak menjawab santai.

"Alamak... mahal sekali....", batinku berperang.

"Apa mungkin pake argo saja mbak, lebih murah sedikit, tapi ya ndak terlalu jauh selisihnya. Belum nanti kalo tiba - tiba di jalan macet... sama saja...", sang bapak sepertinya memahami perubahan mimik wajahku.

Kuputuskan untuk mencari alternatif lain untuk menuju ke Bungurasih. Dan ide yang akhirnya kupilih ini benar - benar nekat dan sama sekali tak terbayangkan sebelumnya.
Dari pengeras suara, diumumkan bahwa kereta Penataran yang menuju Malang Kota Lama akan berangkat beberapa menit lagi.
"Piye mbak, tak naek ini ae wes ya... terus tak loncat di Wonokromo...", aku berujar sembarangan.
"Ha? Serius? Ckckckckc.... jan walang tenan awakmu iki...." aku hanya bisa meringis menerima tanggapan mbak Maya itu.
Detik demi detik berlalu,
"Trus piye sidane? Nek kamu yakin, ya naek aja..." ucapan yang sama sekali tak kukira meluncur dari lisan mbak Maya.
Tanpa berfikir panjang lagi, "Ya wes, mbak... samean ati2 ya... Aku tak naek ini aja...." setelah melakukan prosesi cium pipi kiri kanan dan mengucap salam, setengah berlari aku menuju jalur 2. Peluit tanda keberangkatan kereta sudah mulai dibunyikan. Beberapa petugas yang berdiri di sepanjang jalur keberangkatan, tampak menatap tak sabar ke arahku. Mungkin mereka membatin, "Cepetan mbak... kelamaan larimu, tak berangkatin ini kereta...."
Dan akhirnya, hupp! Pintu kereta berhasil kuraih. Tak sampai beberapa detik berselang, kereta mulai merayap perlahan, bersamaan dengan nafasku yang tak beraturan.

Hari itu memang musim liburan. Kereta yang bertarif ekonomi ini, tentu saja akan selalu penuh sesak, karena pasti lebih dipilih oleh mayoritas penumpang terutama mereka yang berkantong pas - pasan. Aku memilih berdiri di bagian sambungan kereta dan mendekati pintu, supaya lebih mudah melompat di Wonokromo nanti. Toh tak akan lama, hanya beberapa menit saja.
Saat kereta mulai melambat, gerombolan penumpang tampak berjubel di pinggiran jalur stasiun Wonokromo. Aku sudah resah, takut - takut mereka nanti tiba - tiba memaksakan diri untuk menjejali pintu yang sedari tadi sudah aku persiapkan dengan rapi ini. Membayangkan aku harus terjepit - jepit, atau lebih buruknya belum sempat turun dan kereta terlanjur melanjutkan perjalanannya. Bismillah... ketika lantai stasiun mulai bisa jelas kulihat, sambil sedikit mengangkat bagian bawah rokku, kuputuskan untuk setengah melompat. Sekali lagi, hupp..!! Alhamdulillah, pendaratanku sukses. Dan yang lebih aku syukuri, aku sudah lebih dulu berada di bawah sebelum para penumpang yang berjubel tadi saling dorong satu sama lain untuk bisa memasuki kereta.
Aku pun melenggang santai seolah tak terjadi apa - apa ke arah pintu keluar.

Kelegaanku ini ternyata masih harus disambut oleh bapak petugas stasiun yang menanyaiku di pintu keluar.
"Maaf mbak, bisa tunjukkan tiketnya...?"

"Wah, pak... saya ini tadi kebablasan naek kereta sampe Gubeng. Terus kembali ikut kereta Penataran ini, jadi ndak beli tiket.....", sambil takut - takut aku mencoba menjelaskan. Sebetulnya tak masalah seandainya aku dimintai ongkos tiket di sini, tapi yang lebih aku fikirkan saat itu adalah betapa malunya jika aku sudah terlanjur dianggap penumpang gelap.

"Oh, gitu... mbaknya dari mana?"

"Saya tadi pagi ikut Mutiara Timur, Pak..dari Jember. Ini masih ada tiketnya.", sambil bersiap mengeluarkan tiket dari dalam tas ransel yang kujinjing.
"Oh, kalo gitu, ya sudah mbak, ndak papa.... silahkan...." bapak petugas membukakan pintu keluar untukku.Sekali lagi, aku mengucap Alhamdulillah dalam hati.

Di dalam kendaraan umum yang membawaku ke terminal Bungurasih, kusempatkan mengabari seseorang tentang hasil dari kenekatanku ini tadi.
"Mbak, aku berhasil mendarat di Wonokromo dengan sukses. Walau harus menghadapi bapak petugas tiket dan sedikit bernegosiasi dengannya.... :-p Ini aku dah perjalanan ke Bungur. Samean ati2 ya...."
-sending.........--Message sent-

selang beberapa menit,
-1 message received-
"Woo..ancene, percoyo nek walang awakmu iki... :-D he'em...ati2 juga yo... sukses misinya...! ;-) "
Sambil tersenyum aku memasukkan kembali sony putih milikku ke dalam tas ransel kesayangan.

Terminal Bungurasih, seperti biasa, tak pernah surut dari manusia - manusia. Setelah membeli karcis peron, aku memasuki areal tunggu penumpang yang nyaris tak kutemui satu sudutpun yang kosong.
Ini pertama kalinya aku mengunjungi kota itu. Walau sebenarnya sering jika hanya melewatinya untuk menuju kota yang letaknya lebih ke barat. Bus - bus antar kota dan propinsi telah berjajar dengan rapi di hadapanku. Para kondektur dan calo - calo penumpang pun sedari tadi sudah berteriak -  teriak menanyakan tujuan ke arahku. Sambil tergesa - gesa, kuputuskan untuk memasuki sebuah bus yang tampak sudah lumayan penuh. Dalam hati aku membatin, setidaknya bus ini akan segera berangkat. Yang kuingat tadi, bapak kondektur yang kutanyai bilang, bus ini memang jurusan Kertosono. Tapi dari penumpang yang baru saja naik dan duduk bersebelahan denganku, aku baru tahu bahwa bus yang aku tumpangi ini, jurusan Kediri namun lewat Kertosono. Lalu, teringat ucapan dari seseorang, "Nanti kalo mau turun Kertosono, naek yang jurusan Madiun, Solo, atau Jogja aja ya... Jangan yang jurusan Blitar atau Kediri...."

Aku jadi ragu antara akan tetap melanjutkan perjalanan dengan bus yang sudah terlanjur aku tumpangi ini, atau turun dan naik bus seperti yang dianjurkan. Tapi pasti kondektur dan sopir bus ini akan kecewa, jika harus kehilangan 1 penumpang yang bahkan sudah hampir 10 menit lebih duduk di dalam busnya. Tak apalah, aku naek bus ini saja. Sekalipun nanti harus sedikit lebih jauh dari tempat aku maksud, toh juga masih dalam 1 kota. Yang terpenting, bus ini lewat Kertosono, itu sudah cukup membuatku lega.

Bus yang kutumpangi akhirnya mulai melaju meninggalkan Surabaya dengan muatan yang nyaris overload. Namun entah, pak sopir seakan tak mau melewatkan setiap penumpang yang berdiri di pinggir jalan, seakan tak mau tahu betapa awak - awak di dalam busnya ini sudah saling menghimpit satu sama lain. Aku, dengan sisa tenaga yang aku punya sejak berangkat dini hari tadi, mencoba untuk tetap terjaga. Mengusir rasa kantuk yang sering tiba - tiba menyerang dengan berbincang - bincang bersama seorang gadis kecil yang duduk di pangkuanku........


(bersambung)

1 komentar:

mblank mengatakan...

sebenernya dirimu tu mau kemana too.. ga sabar ini nunggu sambungan ceritanya... :D

ckckck.. salutt lagi utk yg sekian kalinya.. jiwa2 backpackernya ga pernah ilang.. ;)

smoga suatu saat, kalo dirimu mau, tak ajak ganti menjelajah aspal antar kota antar propinsi.. naik roda dua.. tertarik ?? :D