Rabu, 23 Februari 2011

20 Februari 2011

Kota Malang. Ya, kota bunga berhawa sejuk yang pernah kusinggahi kurang lebih 3 tahun lamanya. Kota di mana aku belajar banyak sekali tentang kehidupan. Kota yang menjadi saksi saat aku berproses dari masa - masa remaja menuju dewasa. Kota di mana aku menemukan dan  belajar begitu banyak hal tentang ilmu, teman, persahabatan, dan cinta. Sekalipun tak dilahirkan di kota ini, tak kupungkiri betapa aku mencintainya. Mencintai setiap jengkal memori yang pernah aku torehkan di sana :-)

Hari Minggu lalu, saat ayam jantan masih lelap dalam buaian mimpi dan belum berfikir akan bernyanyi apa pada kokoknya di pagi hari nanti, kami bersembilan (Aku, Kiki, Linda, Fandi, Fathur, Bogi, Mas Dopo, Mas Arif, dan April sebagai driver yang tangguh) menuju ke barat meninggalkan kota Jember. Bukan untuk mencari kitab suci, kami membawa sebuah misi mulia untuk menghadiri momen penting dan bahagia salah seorang sahabat kami di sana. Ya, di kota sejuta kenangan yang selalu aku rindukan itu, Kota Malang, Denik sahabat kami akan menikah. Semangat sekali kami di pagi buta itu. Sepanjang perjalanan penuh berisi tawa dan kelakar - kelakar menggelikan, terutama dari Kiki salah seorang dari kami yang paling ceria dan seakan tak pernah kehabisan baterai. Mulai terbayang akan ke mana saja kami di Malang nanti, karena selain tujuan mulia tadi, tentu saja nafsu touring dan jalan - jalan yang selalu bergelora, tak boleh dilupakan :-P
'Niki' pun sengaja kubawa serta, demi mengabadikan wajah - wajah keceriaan kami di sana nanti.

Tepat pukul 06 : 30 WIBAM (waktu Indonesia bagian Malang), kami tiba. Semerbak hawa sejuk sudah kami rasakan semenjak memasuki Lawang. Ah.. kota ini, setiap kujatuhkan pandang pada sudut - sudut tertentu, selalu saja membuatku tersenyum - senyum sendiri.
Tujuan awal kami pagi itu, tentu saja menuruti hasrat perut yang sudah menggelitik, kami semua kelaparan. :-D Dan betapa bahagianya hatiku, saat mengetahui keputusan akhir yang disepakati adalah mencari tempat makan sekaligus tempat bersih - bersih diri di Sawojajar. Hey...hey.. coba dengar kata - kata yang terakhir itu. Bukankah, itu nama sebuah perumahan tempat almamaterku tercinta berada? Perumahan serupa labirin, karena mereka yang baru pertama kali memasukinya dijamin akan sulit untuk menemukan jalan keluar.  

Velodrome yang menjadi lokasi pilihan kami, sebuah stadion cycling track yang entah saat ini masih digunakan atau tidak.  Selain karena memang banyak sekali pilihan menu makanan di sana (karena selalu ada semacam pasar tumpah di setiap hari Minggu), tentu saja aku bisa sambil memanfaatkan momen itu untuk bernostalgi. :-) Tak banyak yang berubah dengan suasana Minggu pagi di velodrome. Masih begitu ramai dengan mereka yang hendak sekedar berjalan - jalan pagi baik bersama teman, pasangan, maupun keluarga. Mereka yang berjogging, mereka yang bersemangat dalam barisan untuk melakukan senam pagi, dan berbagai macam penjaja dagangan yang sering sekali menggoda mata, mulai dari makanan,pakaian, peralatan dapur, hingga handphone bahkan sepeda motor. 
Tentu saja, pagi itu jadi begitu berwarna - warni. Dan tahukah kawan, mengapa dulu aku begitu gemar berjalan - jalan pagi ke sini? Selain untuk berolahraga dan  kuliner pastinya, hal utama lain yang membuatku ketagihan adalah banyak sekali malaikat - malaikat kecil nan imut bertebaran di pagi itu. Senang dan gemas rasanya memandangi wajah dan tatapan polos mereka. Tak ada beban, tak ada kebohongan, yang tergambar hanya kesucian dan ketulusan. That's why i really love kids..
Seusai sarapan, kami langsung menuju ke lokasi pembersihan diri. Beruntung ada Bogi, yang rumahnya bisa menjadi tempat kami bersinggah dan melepaskan lelah. Thank's boy... :-)

Pukul 10.00 tepat, kami tiba di lokasi acara. Menyaksikan langsung prosesi akad nikah yang selalu, lagi dan lagi, membawa 'warna' itu menyapaku. Haru dan bahagia, tergambar jelas di wajah kedua sahabat kami hari itu. Indahnya mengamati kebahagiaan yang terpancar dari mata mereka yang hatinya telah diikat dalam ikatan yang suci dan halal. Sambil membayangkan, kapan giliran diri ini berada di posisi yang sama dengan mereka :-P
Dan seperti biasa, sesi poto - poto pun tak akan kami lewatkan.....

penampakan Denik, sahabat kami yang cantik :-)
Barokallahulakum..... :-)

Dan... ini lah kamiii.... :-D
Menjelang Duhur, kami pamit. Tentu saja, bukan untuk kembali ke Jember, tapi melanjutkan misi yakni jalan - jalan, hehe.... Keputusan pun telah dibuat, kami akan mengunjungi salah satu wisata alam di kota Batu yang cukup terkenal, Coban Rondo. Sebuah wana wisata air terjun yang terletak di desa Pandesari, kecamatan Pujon, Batu, dengan jarak tempuh sekira setengah jam dari pusat kota Malang

Mendengar namanya saja, tlah cukup membuatku kembali tersenyum - senyum sendiri lagi. Mengingat pernah beberapa pagi, siang dan malam, aku bersama sahabat - sahabatku semasa di SMK dulu, pernah berjuang di sini. Tidur beralaskan tanah dan beratapkan langit, menahan dingin yang menusuk hingga tulang. Aktivitas dan kegemaran khas muda - mudi seusiaku saat itu. Beberapa villa tua peninggalan Belanda, jajaran pohon pinus yang tertata begitu rapi dan artistik, pohon berbunga menyerupai terompet yang menguning, posko polisi hutan, warung - warung yang berjajar di bagian depan lahan yang biasa digunakan untuk camping, semua masih sama. Dan kenangan - kenangan itu, terus menari - nari di kepalaku.


Tiba di lokasi, telah ramai sekali pengunjung. Aku baru ingat, hari itu memang hari Minggu. Setelah memastikan kendaraan kami terparkir dengan benar (mengingat lahan parkir yang kemiringannya nyaris 45 derajat :-D) dalam barisan tak beraturan, kami memasuki areal wisata. Beberapa meter dari pintu masuk, sebuah papan informasi langsung menyita perhatian kami, lebih tepatnya delapan kawanku. Aku langsung tahu, itu adalah asal mula dari air terjun yang bernama Coban Rondo ini. 


rame - rame


Kisah dibalik Air Terjun Coban Rondo, bermula dari sepasang pengantin yang baru saja melangsungkan pernikahan. Mempelai wanita bernama Dewi Anjarwati dari Gunung Kawi, sedangkan mempelai pria bernama Raden Baron Kusumo dari Gunung Anjasmoro. Setelah usia pernikahan mereka menginjak usia 36 hari atau disebut dengan Selapan (bahasa jawa). Dewi Anjarwati mengajak suaminya berkunjung ke Gunung Anjasmoro, yang merupakan asal dari suami. Namun orang tua Anjarwati melarang kedua mempelai pergi karena usia pernikahan mereka baru berusia 36 hari atau disebut selapan. Namun kedua mempelai tersebut bersikeras pergi dengan resiko apapun yang terjadi di perjalanan.

Ketika di tengah perjalanan keduanya dikejutkan dengan hadirnya Joko Lelono, yang tidak jelas asal-usulnya. Nampaknya Joko Lelono terpikat dengan kecantikan Dewi Anjarwati, dan berusaha merebutnya. Akibatnya perkelahian antara Joko Lelono dengan Raden Baron Kusumo tidak terhindarkan. Kepada para pembantunya atau disebut juga puno kawan yang menyertai kedua mempelai tersebut, Raden Baron Kusumo berpesan agar Dewi Anjarwati disembunyikan di suatu tempat yang terdapat di Coban atau air terjun. Perkelahian antara Raden Baron Kusumo dengan Joko Lelono berlangsung seru dan mereka berdua gugur. Akibatnya Dewi Anjarwati menjadi seorang janda yang dalam bahasa jawa disebut Rondo. Sejak saat itulah Coban atau air terjun tempat bersembunyi Dewi Anjarwati dikenal dengan COBAN RONDO. Konon batu besar di bawah air terjun merupakan tempat duduk sang putri yang merenungi nasibnya. 


pose di sisa2 tenaga

Aku langsung tersenyum geli, setelah membaca ulang asal muasal Coban Rondo itu. Teringat selorohku saat perjalanan berangkat menuju ke Malang pagi hari tadi, menjawab seorang kawan yang bertanya, apa itu coban rondo. Dan dengan entengnya aku berkata "Air terjun yang banyak jandanya...".
"Wah, kalo gitu mari kita cari janda di sana.....", ditimpali seorang kawan yang lain. :-D


terbentang angkuh dan gagah

Jadilah kami di siang menjelang sore itu, menikmati sejuk dan dinginnya percikan - percikan air terjun sambil terus mengagumi indah dan gagahnya bentangan tebing yang mengelilingi areal itu. Dan tentunya yang tak pernah boleh lupa, mengabadikan semua keindahan itu berbalut dengan warna - warni ekspresi kami. 'Niki'ku benar - benar bermanfaat dan bekerja keras seharian itu.
Tepat menjelang ashar, kami memutuskan untuk mengakhiri petualangan. Selain karena khawatir malam segera menjelang dan esok kami sudah harus kembali beraktivitas, kami juga sudah cukup merasa puas dan telah hinggapnya lelah di wajah - wajah kami.
Petualangan kami hari itu, diakhiri dengan mampir di salah satu kedai bakso yang cukup terkenal di Probolinggo, Bakso Edy. Bagaimana tidak terkenal, sedang bangku yang kududuki saja, bertuliskan "Di sini pernah duduk Adjie Masaid dan Reza Artamevia" lengkap dengan tanda tangan keduanya :-D




Terima kasih teman, tuk warna - warni yang kalian lukiskan di 20 Februari 2011 ini.  Untuk Denik dan Mas Roni, selamat berbahagia. Moga ridho Allah selalu menyertai kalian berdua, dan cepat buatkan kami ponakan yang lucu - lucu ya.. :-D
Dan bagi seseorang, atau siapapun yang merasa pernah melewatkan waktu bersamaku dalam setiap tempat yang kukisahkan pada paragraf - paragraf di atas tadi, aku merindukan kalian..... :-)

2 komentar:

fathur mengatakan...

dan kapan kita touring lagi... ayo di komandoin... sekalian nginep beralasan tanah dan beratapan langit,, seru Buge

mblank mengatakan...

kota malang.... sejuta kenangan kita tinggalkan disana... menunggu siapa pun yg pernah berjuang bersama utk bernostalgia.. ketika kaki kembali melangkah ke kota itu...

makasih Ges tulisanmu bikin tambah rindu sama Malang, Sawojajar, perjuangan kita di Coban Rondo dan tempat2 lain.... ^__^

masih teriring harapan semoga suatu saat bisa kembali kesana, bertatap muka dg semua yg dulu juga menjalan masa itu.. dan bernostalgi bersama... semogaa :)