Senin, 21 Februari 2011

Curhat Colongan Pagi Ini

"Ya gini ini, mbak... kalo sudah jam 7-an, anak sekolah dah pada berangkat, ya mesti sepi..... Dah terlalu banyak yang punya motor soalnya....."

Begitulah sekilas percakapanku dengan bapak sopir angkot yang tak sempat kutanyai siapa namanya pagi tadi. Jelas, beberapa kalimat yang meluncur dari lisan lelaki paruh baya itu, tak bisa disembunyikan sirat kekecewaan, betapa semakin banyaknya pengguna dan pemilik sepeda motor, membuat mereka secara tidak langsung namun pasti, jadi kehilangan pelanggan/penumpang. Kebanyakan orang memang lebih memilih jalan untuk mengkredit sepeda motor, sambil menikmati cicilan per bulannya dan terus beraktivitas sehari - hari.

Tak kupungkiri, adanya kendaraan pribadi, membuat seseorang jauh lebih fleksibel dalam hal mobilitas. Terlebih mereka yang termasuk dalam golongan MSSS (Manusia Sangat Super Sibuk). Yang dalam sehari, bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain, lebih dari 10 kali :-P Jika ingin melakukan kalkulasi perhitungan dalam bentuk nilai rupiah, tentu saja melakukan cicilan tiap bulan untuk membayar kredit kendaraan, tak kan jauh berbeda dengan biaya yang harus dikeluarkan jika harus berpindah ke sana ke mari dengan menggunakan angkot atau kendaraan umum. Bahkan mungkin lebih hemat. Dengan kendaraan pribadi pun, kita tak perlu khawatir dan resah dalam penantian jika angkot yang dinanti tak kunjung lewat, tak perlu bersusah payah berebut atau berdesak - desakkan ketika kondisi angkot penuh penumpang, dan pastinya kita bebas memutuskan atau memilih bagaimana rute perjalanan sesuai dengan kepentingan dan kesibukan kita. (Masak iya, kita mo ngatur2 angkot buat jalan dan berhenti semau kita! :-D)

Kembali ke curhat colongan pak sopir di atas tadi, selama di perjalanan menuju kantor, aku jadi mencoba melihat keberadaan angkot vs motor pribadi ini dari sudut yang berbeda. Betapa memang keberadaan salah satunya turut mempengaruhi nasib subjek pelaku salah satu lainnya. Aku jadi berfikir, selama menjadi pengguna kendaraan pribadi beroda dua beberapa tahun ini, aku memang bisa dibilang jarang, bahkan mungkin tak pernah merasakan lagi yang namanya naik angkot. Beda dengan jaman masih memakai putih biru dulu. Pagi - pagi sudah berpeluh karena harus berjalan sekira 1 km-an ke ujung jalan besar tempat angkot biasanya lewat. Belum lagi jika harus berlari dan berebut dengan anak - anak sekolahan lainnya. Aku pun masih ingat, saat harus nekat bergelantungan di pinggir pintu bus kota bersama para lelaki berbaju SMA (karena waktu itu aku masih SMP), demi mengejar waktu yang mendekati detik - detik ditutupnya gerbang sekolah. Seru dan lucu sekali jika mengingat masa - masa itu. Aku jadi punya banyak kenalan sopir angkot, bapak - bapak tukang becak, dan anak - anak sekolahan lain yang bernasib sama, menjadi angkoter's setiap harinya :-)
Kebiasaan yang tak kusengaja ini, juga terbukti menjadi salah satu olahraga tak langsung yang menyehatkan. Ya, bukankah jalan kaki juga termasuk cabang olahraga yang sangat bermanfaat? :-)

Dan setelah bekerja dewasa ini, rasanya bisa dihitung kawan - kawan akrabku dari kalangan mereka. Pun, berapa kali aku bisa melontarkan salam atau minimal senyum  pada orang yang kutemui selama di perjalanan berangkat dan pulang. (Suatu kekonyolan saat aku harus tersenyum atau ngobrol sendiri dari atas sepeda motor yang kukendarai :-D)
Ternyata, bergantung pada angkot pun, tak semata - mata berkaitan dengan kata panas, lelah, berdesak - desakkan , dan terlambat. Semua hal tadi, sebetulnya bisa diatasi jika kita mau sedikit saja berperang dengan rasa malas dan mau berdisiplin waktu. Kesibukan sehari - hari pun dijamin akan menyisakan sedikit saja waktu untuk berolahraga, atau bahkan tak ada sama sekali. Dengan naik angkot sesekali, potensi terbakarnya kalori dan lemak - lemak jahat dijamin akan semakin besar. Apalagi jika ditambah harus berjalan kaki. Dan yang terpenting, kita jadi secara tak langsung bersodaqoh pada bapak - bapak sopir dan tukang becak itu. Setidaknya membuat mata air pencarian nafkah mereka sehari - hari, tetap deras mengalir. Atau minimal, dengan salam dan senyum yang kita punya. Bukankah Rasulullah pun bersabda, bahwa tersenyum juga adalah salah satu bentuk amal yang terkecil ? - Apabila kamu tidak dapat memberikan kebaikan kepada orang lain dengan kekayaanmu, berilah mereka kebaikan dengan wajahmu yang berseri-seri, disertai akhlak yang baik -
Dan tentunya, kenikmatan lain yang tak bisa didapat dengan hanya bergantung pada kendaraan pribadi adalah, indahnya silaturrahim. :-)

Aku bersyukur duduk di kursi penumpang saat mendengarkan curahan hati bapak sopir angkot pagi tadi. Walau sisi hati kecilku yang lain sempat terketuk, betapa aku pun pernah berada di posisi mereka yang keberadaannya membawa keresahan tersendiri bagi bapak sopir angkot. Turun dari angkot, selesai mengucapkan terima kasih padanya, aku tersenyum. Dan menyadari bahwa hari ini aku telah belajar lagi satu hal. Bahwa tak selamanya, kehilangan itu selalu menyisakan kesedihan. Dan terima kasih untuk seseorang yang sudah ikut menguatkan dengan kata - katanya, "Bukan belajar hidup susah, tapi belajar bersyukur dalam kondisi apapun....."

Tidak ada komentar: