Selasa, 02 Agustus 2011

Menyapamu (kembali)

Tak ada yang lebih pantas terucap dari lisan ini selain ungkap syukur tak terhingga, karena Allah telah sekali lagi memberi aku, kamu, dan kita semua kesempatan untuk menyapa Ramadhan.
Selalu ada semangat baru.... selalu ada kisah dan hikmah baru.....selalu ada jiwa - jiwa yang terlahir baru.... Itulah yang kurasakan setiap kali Ramadhan datang. Bagaimana mungkin bahagia tak menyapaku pula di saat - saat seperti ini. Hari - hari yang tak pernah tak kurindukan kehadirannya di sepanjang tahun.

Entah kebetulan atau apa, Ramadhan kali ini dimulai di tanggal 1 Agustus, dengan harinya yang Senin pula. Hari di mana semua orang mengawali aktivitasnya seminggu ke depan. Bagiku, ini terasa pas sekali. Dan pagi tadi, walau masih dengan mata sedikit lengket dan jiwa yang aras - arasen, kupaksakan raga ini membelah dinginnya udara pagi bersama 'Upik' yang kini adalah teman setia ke manapun aku pergi.
Tiba di halaman parkir kantor, tak terlalu banyak yang berbeda. Hanya yang kurasakan, pagi itu terasa sunyi dan lengang. Entah aku yang kepagian, atau memang mayoritas orang lebih memilih 'beribadah' lebih maksimal di awal Ramadhan ini.

Ada hikmah dan kisah baru yang langsung dihadirkan oleh Allah, di awal Ramadhanku ini. Ya, aku, mungkin lebih tepatnya kami, baru saja kehilangan seorang sahabat, kakak, istri, sekaligus ibu yang ketegaran & ketabahannya patut diteladani. Duka menyapa kami.
Mbak Yurike, begitu kami biasa memanggilnya, dipanggil oleh Allah di usianya yang masih begitu muda hari Sabtu lalu. Mbak Rike adalah kakak kelas yang terpaut 4 tahun di atasku saat SMK dulu. Aku sendiri baru mengenalnya saat telah benar - benar hijrah di kota kelahiranku ini. Kala itu, aku bersama rekan sesama alumni yang berdomisili di Jember, mengunjungi mbak Rike untuk menjenguk sekaligus menyampaikan amanah dari rekan - rekan alumni Wikusama yang tersebar di berbagai kota dan provinsi.
Sudah cukup lama memang, mbak Rike harus berjuang dan bertahan dengan Diabetes yang semakin waktu makin melemahkan tubuhnya. Hingga terakhir, ia harus benar - benar bergantung pada suntikan insulin yang tidak pernah boleh telat waktu sekaligus takarannya.
Dengan kondisi kesehatan seperti itu, mbak Rike tidak pernah berhenti untuk terus berkarya. Ia memang sosok perempuan yang lincah dan selalu ingin memanfaatkan setiap peluang yang ia miliki. Terlihat jelas sekali di matanya, ia tak pernah mau bergantung dan menyusahkan siapapun. Kemauannya tinggi, walau sesungguhnya ia sangat menyadari itu tak didukung oleh kondisi fisiknya.
"Aku cuma ndak pengen nganggur dan akhirnya malah ngerasain + kepikiran sama sakitku.... tambah stress..." itu yang selalu ia ucapkan saat kami, sahabat - sahabat dan keluarga, mengingatkan tentang kondisi kesehatannya.

Mulai dari usaha catering yang dikerjakannya seorang diri, reseller peralatan rumah tangga, krupuk, aneka makanan,kue kering, souvenir, dan apapun yang bisa ia jual, semua dilakoninya demi terus bertahan dan melawan sisi lain dari jiwanya yang memaksa untuk kalah dan menyerah pada penyakitnya.Mbak Rike benar - benar mengajarkan padaku tentang keuletan, kerja keras, dan perjuangan dalam hidup. Malu rasanya, jika menyadari diri yang diberi kesempurnaan dan kesehatan ini, masih sering kufur akan nikmat dan mudah mengeluh saat mendapat cobaan.

Yang terbayang pertama kali saat mendengar berita duka ini adalah, Jendra dan Bisma. Dua putra kecil yang dititipkan Allah pada ibu muda ini. Tak tega rasanya membayangkan 2 anak yang masih berada di usia emas, harus kehilangan peluk dan belai mesra kasih sayang seorang ibu. Aku hanya percaya, bahwa Allah adalah Maha Penjaga, Maha Pelindung, dan Maha Kaya. Aku pun yakin, takdir ini adalah yang terbaik bagi mbak Rike juga seluruh keluarga yang ditinggalkan.

Hal penting lain yang juga tak mungkin kulupakan dalam episode ini, adalah tingginya kesetiakawanan dan kepedulian yang diajarkan oleh ikatan alumni SMK ku ini. Aku sendiri yang menyaksikan dengan mata kepala ini, mulai dari mbak Rike masih sakit, hingga terakhir kemarin,  bantuan baik berupa spirit, doa hingga materi tak henti - hentinya mengalir. Tak heran saat kami berpamitan untuk pulang sambil menyerahkan amanah dari teman - teman, Ibu mbak Rike langsung memeluk kami. Tangisnya pun pecah. Beliau menyampaikan ungkap haru & terima kasih atas kepedulian sahabat - sahabat mbak Rike, alumni MOKLET selama ini.
SubhanAllah... sungguh aku bersyukur sekaligus bangga, telah menjadi bagian dari keluarga besar nan hangat ini. Semoga silaturahim ini akan kekal terjaga hingga nanti. Hingga satu persatu dari kita pun, akan memasuki episode yang mbak Rike jalani saat ini. Dan semoga kita masih mampu saling menebarkan kehangatan dan manfaat.

"Selamat jalan sahabat kami...... moga Allah mengampuni segala dosa dan memberikan padamu tempat yang terbaik di sisi-Nya........"

p.s. : "Jendra....Bisma.... tetap jadi anak yang kuat ya.... Percayalah...bunda sangat menyayangi kalian.... Dan bahagiakan bunda di sana, dengan menjadi anak yang soleh......"

2 komentar:

mblank mengatakan...

teriring duka utk mbak Yurike... walo belum pernah bertemu langsung, tp dari cerita beberapa temen sama tulisanmu ini menambah rasa simpati pada beliau...

smoga Allah Ta'ala memberi tempat yg terbaik di sisi-Nya..

Anonim mengatakan...

turut berduka cita yang sedalam2nya bagi temen sealumni..semoga Rike tennag arwahnya disana diterima semua amalan dan keluarga yang ditinggalkan tetap diberi kekuatan dan kesehatan