Jumat, 28 Maret 2008

Complicated

Kenapa yang benar justru lebih sering disingkirkan?

Semalam, kumenjadi saksi akan sebuah fenomena yang membuatku bingung. Haruskah menyikapi dengan sukacita atau justru duka mendalam?
Hati kecil merasa, harga diri ku sebagai seorang pemuda yang menuntut ilmu, dilecehkan. Namun di sisi lain, tak bisa kuingkari separuh jiwa yang melonjak - lonjak girang mendapat keistimewaan seperti itu.
Mungkin tak hanya aku, tapi juga kawan - kawan ku lainnya yang juga menempuh mata kuliah yang sama. Dan kurasa, mereka lebih memilih bersuka cita karenanya....

"Udahlah... kalian gak perlu ambil pusing mata kuliah saya. Mo gak pernah masuk, silahkan... Mo masuk sekali terus absennya diisi sampe akhir semester, juga silahkan..... Yang penting waktu ujian dateng, dah cukup!"

Waks???? Sapa coba yang gak melongo, terus habis tu ketawa2 girang diperlakukan seperti itu! Sempet hati mbatin, "Nih dosen gak papa tah? " Sekaligus nyiapin hati, karena biasanya tipe - tipe dosen yang begitu manis di awal seperti ini, punya racun tersembunyi! :P Ayo... kita lihat saja bersama - sama, kawan....

Di pertemuan pertama mata kuliah tersebut, aku memang tidak hadir. Tapi kisah tentang dosen yang super gaul bin funky ini, sudah kudengar dan mengalir deras dari mulut satu kawan dan yang lain. Mengajar sambil putar musik, datang terlambat dan pulang cepat, merupakan ciri khas dosen satu ini. Dalihnya selalu satu, "Saya tidak ingin menyusahkan kalian....."
Jadi penasaran juga sama dosen itu, karena dari pertemuan selama tengah semester ini, dia hanya hadir sekali. Lainnya, tentu saja digunakan teman - teman termasuk aku, bersantai di rumah, atau nongkrong di luar kampus.

Semalam, keinginanku untuk berjumpa langsung dengan dosen yang diidolakan teman2ku itu, akhirnya terwujud. Di pertemuan terakhir sebelum UTS yang akan dilaksanakan minggu depan, dia hadir juga. Sengaja kupilih tempat duduk paling depan, untuk memastikan dan melihat lebih dekat, kebenaran cerita kawan-kawanku. Seperti yang kukira, dia nyaris telat 1/2 jam lamanya. Begitu masuk kelas, kawan-kawan sudah berteriak2 histeris seakan artis idolanya tiba. Sambil berteriak, "Pak, musik pak! Ayo diputar musiknya pak!" Alamak... begitu akrab dan dekat sekali sepertinya hubungan kami dan dia. Tapi maaf kalo aku boleh berkonotasi sedikit negatif, di mataku justru dia cenderung seperti tak punya wibawa......

Request musik yang diinginkan tak terpenuhi, itu pun karena sang dosen tak membawa laptopnya. Dan yang lebih mencengangkan lagi, pertemuan terakhir itu, digunakannya untuk menshare soal pada saat ujian nanti. Tak cukup di situ "surga" bagi kami mahasiswanya. Tanpa meminta kami mencoba dulu untuk mengerjakan, dia sudah sibuk di balik mejanya. Dan baru kuketahui kesibukan itu adalah mengerjakan soal - soal yang diberikannya sendiri, saat salah seorang kawan ku disuruhnya menuliskan jawaban - jawaban itu di papan.
Kelas riuh dengan tawa..teriakan...dan tepuk tangan......
Dan dia seperti biasa, dengan senyum dan gaya "dinginnya" ..........

"Sudah, cepet disalin lalu kita pulang. Ingat, wajib datang waktu ujian ya! Sekalipun kalian sakit, atau tidak belajar, yang penting datang! Karna hanya itu yang bisa menolong diri kalian sendiri!"

Inilah yang menyebabkan kecamuk hebat di dalam hati seperti yang kuceritakan di atas tadi. Aku gak mau munafik, sebagai mahsiswa yang nyambi, hal itu sangat memudahkanku. Lebih2.. mata kuliah itu bisa dikatagorikan mata kuliah yang produktif dan cenderung sulit. (tung..itung...itung....) Tapi hati kecilku juga ingin berontak. Aku bayar mahal, bukan untuk "didulang" dan dibodohi seperti ini.
Ah... tapi selalu saja aku dihadapkan pada populasi yang terlalu sulit untuk kuterjang. Mempertahankan idealisme, tak lebih dari mengasingkan diri dari mereka. Sok suci..naif... kata - kata itu yang pasti terpikir di benak kebanyakan kawan, bahkan yang tega, tak kan ragu untuk meluncurkannya.....

Aih...aih..... kenapa bukan yang salah yang tersingkir...? :<

Kamis, 06 Maret 2008

5 Maret 2008

Apa yang ada dalam bayanganmu tentang sebuah pernikahan kawan? Pertanyaan ini tak harus kau jawab. Namun izinkanlah aku yang mencoba mendeskripsikan apa yang kurasakan kemaren.

5 Maret 2008 adalah hari nan indah sekaligus gerbang menuju kehidupan baru baginya. Sepupuku yang hitam manis dan terpaut 8 - 9 tahun di atasku. Aku memanggilnya mbak, bukan saja karna dia lebih tua dariku, tapi sekaligus karna dia anak dari budheku. Ya.. kami begitu akrab akhir2 ini, lebih - lebih saat kepulanganku ke Jember tercinta. Kira - kira sepuluh hari yang lalu, dia memintaku untuk menemaninya menyebar sejumlah undangan. Dan hari itu, 5 Maret 2008, adalah akhir dari segala penantiannya selama ini.

Seorang pemuda asli Banyuwangi, menyuntingnya beberapa bulan silam. Walau kutahu lelaki ini bukan lelaki pertama dalam kisah cintanya, bukan pula yang paling membuat hidupnya berkesan, namun kutak heran. Bahkan aku berterimakasih untuk semua kisah - kisahnya yang akhirnya menyadarkanku, bahwa semua itu adalah Misteri Illahi. Tak ada yang pernah bisa menebak tentang mentari esok hari, dan tak ada yang bisa menyangkal apa yang sudah menjadi kehendak-Nya.

Selasa malam itu, sepulang kuliah (lebih tepatnya bolos jam terakhir, karna tugas yang dikumpulkan besok, belum terselesaikan! :P), nekat kuusir rasa lelah & laparku untuk menuju ke terminal bis jurusan Banyuwangi & Denpasar. Tepat jam 21:30, aku sudah duduk manis di atas Bis Dahlia jurusan Denpasar Bali. Sebelum bis berangkat, ponsel di tasku bergetar. Ternyata bunda yang memastikan keberadaanku. Sambil tak lupa mengingatkan untuk menghubungi pak lik yang akan menjemputku di Terminal Genteng malam nanti.
Malang tak dapat dikira, karna separuh perjalananku sedikit mengalami halangan. Bis yang kutumpangi harus "mogok" dan benar - benar tak mau jalan lagi, tepat saat aku tiba di Gunung Kumitir, Merawan, Kecamatan Garahan. Sedikit mendeskripsikan Kumitir, daerah ini adalah daerah dengan jalan berkelok - kelok, bonus tikungan - tikungan tajam. Kawasan yang masih asri dan masih berhutan - hutan ini, menjadi tempat favorit bagi para traveler terutama yang bermotor untuk berehat barang sejenak. Karna Kumitir ini bisa dibilang hutan yang cukup lebat, tentu saja tak ada lampu penerangan kecuali lampu - lampu kendaraan bermotor yang lalu lalang. Malam itu begitu gelap. (dah jam 22:30 an) Sekaligus posisinya yang memang di dataran tinggi, membuat udara semakin menusuk tulang.
Paklik dah sms dan telpon berulang kali, mungkin dia juga mengkhawatirkanku yang memang sendirian saja malam itu. Aku & penumpang lain juga mulai tak sabar, karna mesin yang dibetulkan, tak kunjung beres juga! Begitu ada bis lain yang lewat, aku putuskan untuk turun, dan pindah ke sana. Ternyata hal ini, diikuti oleh penumpang lain yang kebanyakan kuli dan buruh yang bekerja di Bali itu. Walhasil, satu bis baru, dijejali penumpang yang seharusnya menempati 2 bis. Bis merambat perlahan menuruni gunung itu, karna keberatan penumpang.

Alhamdulillah, tepat jam 12 malam, aku tiba di terminal Genteng, di sambut para tukang becak dan tukang ojek yang masih berebut mencari nafkah hingga se- dini itu.
Tak lama, kulihat paklik dan motornya yang sepertinya telah menantiku.

Kusudahi dulu celoteh tentang perjalananku, yang dah membuat kisah ini keluar jalur. :P Back to my sister's wedding ceremony.

Keesokan paginya tepat jam 8 pagi, dilangsungkan akad nikah. Dengan berbalut satu2nya kebaya yang kumiliki, kuniatkan tuk tak melewatkan prosesi itu. Tiba2 mbaknya mbakku yang mo nikah ini, memintaku untuk mendampingi adiknya pada saat akad nanti.
Wew.... kok aku?!
Tapi pikirku, lumayanlah... bisa melihat dengan lebih dekat dan jelas, seperti apa wajah calon mas ipar waktu mengucap ijab qabul nanti! :P

Acara dimulai... lantunan ayat suci Al-Qur'an mengawali dengan penuh keindahan. Surat An-Nisa' yang dibacakan, nyaris membuatku meneteskan air mata. Selama khotbah nikah berlangsung, tak henti2nya mbak yang saat itu duduk persis disamping kananku, meremas2 tangannya dan sesekali "menyikut" lenganku. Aku tahu, dia sangat gugup. Dan entah kenapa, aku jadi ikut merasakan yang dia rasakan. (Lha! ini yang nikah siapa?!) :D Hingga akhirnya, tibalah prosesi puncak itu. Dan alhamdulillah, calon mas ipar mengucap dengan lancar dan sukses! Air mata tak dapat kutahan, saat sholawat mengalun dan mbak mencium tangan lelaki yang sah menjadi suaminya kini.

Subhanallah... indah... benar - benar indah....! saat kita menyaksikan dua insan yang tlah disatukan cinta karna Allah. Berkasih - kasih dengan insan yang telah halal bagi kita, memang begitu indah.... begitu nikmat....
Ah..! Entah ini hidayah atau teguran dari Allah. Tiba - tiba perasaan itu membuncah begitu saja! Sebuah hasrat...keinginan..atau jangan2 nafsu? Astaghfirulloh... aku berharap tidak! Karna kuyakin, ini sesuatu yang baik dan mulia.
Di hari itu juga, kurasakan hati... yang juga ingin segera menyempurnakan separuh dien ini. Aku merindukan dan memimpikannya... Sholawat mengalun, mengiringi serangkaian akad yang indah. Seorang lelaki yang tlah halal bagiku, mencium keningku & kubalas mencium tangannya. Subhanallah... aku ingin nikah.....



Wahai hamba Allah yang kutak tahu kau berada di mana...
kuyakini, bahwa kau hadir dalam stiap doaku..
dalam tiap harap... dan mimpiku....
Mungkin saat ini kau tlah menyempurnakan ibadahmu yang lain,
dan kuharap, kau benar2 hadir saat mimpi dan citamu tlah berhasil kau raih
Wahai seseorang yang tlah ditakdirkan Allah untuk-ku,
aku ingin menjadi yang halal bagimu...



*Moga diri terhindar dari segala dosa... naungi hamba dengan cinta-Mu ya Rabbi.....

Senin, 03 Maret 2008

SAJAK-SAJAK SAPARDI DJOKO DAMONO


AKU INGIN


Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada



BERJALAN KE BARAT WAKTU PAGI HARI

waktu berjalan ke barat di waktu pagi hari matahari mengikutiku di belakang
aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan
aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang
aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan


KAMI BERTIGA

dalam kamar ini kami bertiga:
aku, pisau dan kata --
kalian tahu, pisau barulah pisau kalau ada darah di matanya
tak peduli darahku atau darah kata



MATA PISAU

mata pisau itu tak berkejap menatapmu
kau yang baru saja mengasahnya
berfikir: ia tajam untuk mengiris apel
yang tersedia di atas meja
sehabis makan malam;
ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu



TENTANG MATAHARI

Matahari yang di atas kepalamu itu
adalah balonan gas yang terlepas dari tanganmu
waktu kau kecil, adalah bola lampu
yang di atas meja ketika kau menjawab surat-surat
yang teratur kau terima dari sebuah Alamat,
adalah jam weker yang berdering
sedang kau bersetubuh, adalah gambar bulan
yang dituding anak kecil itu sambil berkata:
"Ini matahari! Ini matahari!"
Matahari itu? Ia memang di atas sana
supaya selamanya kau menghela
bayang-bayanganmu itu.